» Paruman
» Wicara Desa Adat
» Sastra Dresta
» Desa Dresta
» Loka Dresta
» Data Riset
» Temu Wirasa Bendesa Adat
» Catatan Pan Brayut
» Babad Bali
» Bali Aga
» Raditya
» Sarad Bali
» PHDI
» Hindu Indonesia
» Taman Gumi Banten
» Arsitektur Bali
 


.
  Home | Uluangkep | Bukutamu | Bulletin |   

Tradisi yang Mempersatukan Perbedaan Iman

UMAT muslim di Jembrana menyambut datangnya bulan Ramadan tidak jauh berbeda dengan umat muslim di tempat lain. Tradisi yang menonjol, nyekar ke makam-makam keluarga atau orang-orang dekat, dan membersihkan tempat ibadah mereka. Namun, di samping itu, mereka juga mengadopsi tradisi-tradisi yang lazim dilakukan umat Hindu setempat. Itu sudah diwarisi secara turun-temurun.

Berdasarkan data pembangunan Kabupaten Jembrana tahun 2002 mencapai 56.887 orang. Keberadaan mereka juga dilengkapi dengan 60 masjid, 87 langgar dan 43 musala. Salah satu desa yang dikenal memiliki interaksi dan pembauran antara umat muslim dengan umat Hindu, yang menjadi penduduk mayoritas di Jembrana adalah Desa Yeh Sumbul, Mendoyo.

Desa yang dulunya bernama Air Sumbul ini menurut data penduduk tahun 2002 memiliki warga berjumlah 5.616 orang. Perimbangan antara muslim dan Hindu hampir sama, namun Hindu masih lebih banyak. Namun, pembauran di antara mereka nyaris tidak pernah menimbulkan konflik. Berbagai upacara yang dilakukan umat Hindu yang umumnya ada di Bali seperti nelu bulanan, otonan, masangih dan upacara pasca-ngaben juga menjadi ritual umat muslim di Yeh Sumbul. Menyambut bulan Ramadan pun ada pengadopsian budaya lokal walau tidak sepenuhnya sama.

Darmawi, salah seorang tokoh Yeh Sumbul, mengatakan awalnya Yeh Sumbul bernama Air Sumbul. Daerah ini sudah ada sejak tahun 1912. Ini berdasarkan cerita yang diperolehnya dari orang-orang tua. Daerah Air Sumbul dibuka oleh orang-orang Melayu setelah mereka membuka daerah Air Kuning. Awalnya, Air Sumbul didominasi umat muslim. Lambat laun, daerah yang berada dekat pantai ini mulai mengalami perimbangan penduduk. Sebelum tahun 1960-an, Air Sumbul dipimpin oleh kades-kades muslim.

etelah tahun 1960, Air Sumbul berganti nama menjadi Yeh Sumbul. Setelah itu, kadesnya pun lebih dominan umat Hindu, namun bukan berarti semuanya didominasi. Ada semacam pembagian, jika kades Hindu maka sekdesnya muslim. Hal yang sama juga berlaku di Subak Air Kuning. Jika klian subak muslim, maka wakilnya Hindu. Darmawi, mantan sekdes, mengatakan pembagian ini sudah turun-temurun. Soal subak yang masih bernama Air Kuning, itu merupakan bagian dari sejarah. Guru SD 3 Yeh Sumbul ini tidak ingin semua sejarah terhapus. Harus ada kenangan yang mengingatkan tentang keberadaan Air Sumbul. Karena itulah, nama subak tetap mempergunakan Air Sumbul.

Beragam Budaya Pembauran umat muslim Melayu dengan Hindu Bali ini kemudian melahirkan beragam budaya. Tak jarang jika ada kenduri di warga muslim, hiburan dipersembahkan umat Hindu. Demikian pula sebaliknya. Sambroh dan jidor adalah kesenian muslim yang sering ditampilkan. Sambroh merupakan kesenian dengan bernyanyi diiringi rebana, sementara jidur tak jauh beda dengan sambroh. Hanya alat yang digunakan adalah bungkil kelapa yang dibungkus kulit dan dipukul-pukul.

Tak hanya dalam kesenian, dalam ritual kemanusiaan pun sudah terjadi pembauran. Bayi-bayi muslim di Yeh Sumbul diupacarai layaknya bayi Hindu, seperti kepus pungsed, nelu bulanin dan otonan. Bahkan, ketika mereka sudah dewasa dan akan menikah, mereka juga masangih.

Tentu saja upacara-upacara ini tidak mempergunakan banten layaknya umat Hindu, mereka hanya mempergunakan sajian tertentu saja. Jika ada warga yang meninggal, setelah tiga hari dan tujuh hari juga ada acara seperti layaknya orang setelah ngaben.

Budaya ngejot pun ada di wilayah ini. Hanya ini dilakukan orang per orang yang memiliki hubungan yang dekat. Ngejot yang isinya kue-kue dan lontong dilakukan menjelang Lebaran. Saat malam takbiran, warga akan keliling seperti umat muslim di tempat lain. Selain itu, hal yang tak boleh dilupakan adalah Tadarusan (membaca Alquran) pada awal puasa dan akhir puasa.

Umat muslim juga melaksakan puasa Nishpu Sya'ban. Ini dilakukan pada pertengahan bulan Sya'ban. Selain di Yeh Sumbul, umat muslim yang ada di Loloan Timur, Negara juga melakukan hal yang sama. H. Tafsil LC, salah seorang tokoh Lotim, mengatakan pada saat Nishpu Sya'ban, umat memanjatkan doa. Ada tiga hal utama yang disampaikan, yakni mohon panjang umur, kemurahan rezeki dan kekuatan iman.

Kegiatan khusus menyambut bulan puasa, anggota DPRD Jembrana ini mengatakan biasa dilakukan adalah membersihkan tempat-tempat ibadah. Sementara itu di daerah Pulukan, Pekutatan menyambut bulan puasa, umat muslim nyekar dan melakukan pembacaan kitab suci.

* budi paramartha

 

Sumber, Balipost 16 Oktober 2004

 

   
Copyright 2003 Desaadat.com