''Menyamabraya'', Jangan hanya Slogan
Orang Bali dikenal ramah, kekeluargaan, dan bisa menerima siapapun karena ingin menjaga hubungan baik, hubungan dengan sesama umat, hubungan dengan lingkungan, dan hubungan dengan Sang Hyang Widhi Wasa. Kenapa konsep ini tidak berlaku dalam hubungan dengan sesama orang Bali sendiri? Kenapa dibiarkan orang Bali merasa sulit menjadi orang Bali dalam era globalisasi ini, di mana orang Bali harus bersaing dengan orang luar Bali dan juga dengan orang Bali sendiri?
SEORANG ibu datang ke praktik kami, mengeluh karena putrinya akan dilamar. Secara adat Bali, tentu harus dilakukan bersama keluarga besar karena dari kedua keluarga inti sudah sepakat bahwa anaknya akan dinikahi oleh orang Bali. Namun ibu ini merasa sedih karena saudara suaminya tidak bisa membantu menyampaikan kepada keluarga besar adanya upacara peminangan. Saudara suaminya mengatakan bahwa sulit melakukan hal itu karena selama ini ia jarang pulang ke Bali dan takut kalau keluarga akan mengatakan, "Baru ada kerja, baru ingat keluarga, baru ingat pulang".
Memang mereka jarang pulang karena mereka hanya pegawai negeri, kebutuhan membesarkan anak di rantau memerlukan biaya banyak. Di samping itu mereka juga jarang pulang karena ada konflik dalam keluarga seperti masalah warisan. Kenapa orang Bali tidak mau melihat dari segi positifnya, bersyukur ia mau pulang, ingat keluarga besar dan mau melibatkan keluarga besar dalam urusan adat. Kenapa tidak mau melihat dari segi positifnya?
Seorang anak mengatakan bahwa upacara ngaben dilakukan di Surabaya. Alasannya, mereka jarang pulang ke Bali, jarang menghadiri upacara-upacara yang berlangsung di Bali karena mereka harus bekerja di Surabaya. Bapaknya sudah meninggalkan Bali sejak 30 tahun yang lalu. Permulaan ayahnya sering pulang, namun lama-lama karena masalah ekonomi, masalah terlalu banyak perubahan di Bali sehingga tidak mampu mengikuti aturan di desanya. Akhirnya diputuskannya biarlah ia melakukan upacara di Surabaya saja.
Bapaknya berpesan kepada anaknya, seandainya ia sudah meninggal, agar upacara dilakukan di Surabaya saja karena tidak mau memberikan beban dan trauma kepada anaknya. Bapaknya takut kalau upacara dilakukan di rumahnya di Bali, tidak ada yang peduli dan mungkin saja tidak ada yang akan mengambil pekerjaan karena ia dianggap orang asing karena tidak atau jarang bertemu. Anak ini ngobrol dengan saya bagaimana kelanjutan dirinya. Ia ingin menjadi orang Bali, namun tidak mungkin ia menjalankan kewajiban adat istiadat. Ia tahu ia keturunan keluarga ayahnya, namun apakah keluarga ayahnya atau orang di banjar-nya mau menerima keadaannya bahwa ia adalah keluarga bapaknya?
Ada lagi kasus lain. Saya mempunyai pembantu yang berasal dari sebuah desa di Bali. Kalau ada upacara di rumahnya, ia harus libur tidak satu dua hari, tapi satu dua bulan. Kalau tidak bisa seperti itu, maka ia akan didenda oleh desanya atau dikucilkan. Beberapa orang di desanya mencibirnya, "Masak kamu saja yang kerja. Kami pun juga perlu kerja untuk dapat uang. Tidak ada yang istimewa, semua harus sama!"
Coba bayangkan, apakah mungkin ia dapat pekerjaan lagi? Kalau tidak ingat ia orang jujur karena sekarang sulit mendapatkan orang jujur, mungkin sudah saya berhentikan. Sekarang sudah tersebar isu di antara pengusaha-pengusaha yang bergerak di Bali untuk lebih baik memilih tenaga dari luar Bali karena murah, jarang libur, dan lebih ulet. Kalau sudah seperti ini isu disebarkan, siapa yang akan menampung tenaga-tenaga Bali Hindu? Orang Bali menjadi bingung, memilih kerja berarti akan di-sepekang oleh banjar, namun kalau memilih menjadi anggota banjar atau desa yang baik, siapa memberi mereka makan dan bagaimana memenuhi kebutuhannya sehari-hari?
Ada juga seorang anggota banjar mengeluh kepada saya karena tidak mempunyai uang. Ia harus membayar Rp 1 juta dan beberapa kilogram beras untuk terselenggaranya upacara di desanya. Sedangkan ia sekarang mengalami betapa sulitnya mencari uang. Untuk makan hari ini saja ia harus meminjam ke orang lain karena sulit mencari pekerjaan. Apalagi ia baru di-PHK. Waktu saya tanyakan kenapa tidak meminta keringanan pada pengurus banjar? Ia menjawab dengan perasaan putus asa, "Siapa berani menyampaikan keberatan? Sebelum rapat ditutup pimpinan rapat mengatakan, "Kalau ada yang menyatakan tidak setuju atau keberatan silakan. Yang keberatan tidak usah ikut kami".
Kedengarannya, semua bisa dijalankan dengan gampang, namun kenyataannya masyarakat akan selalu mengingat apa yang dilakukan dan dampaknya nanti kalau ia menyelenggarakan upacara yang memerlukan bantuan anggota banjar. Maka, jangan harap dalam menyelenggarakan upacara seperti misalnya menyelenggarakan upacara kematian tidak akan berjalan mulus. Oleh karena itu, orang Bali berusaha menjadi orang baik untuk mempersiapkan diri seandainya nanti meninggal, maka upacara untuk bisa menyatu dengan Sang Pencipta tidak mendapat halangan dari masyarakat. Di Bali ada pandangan bahwa apa artinya mempunyai uang berlimpah kalau tidak mempunyai hubungan baik dengan keluarga atau anggota banjar. Mereka ini kalau mempunyai pekerjaan tidak banyak orang mau membantu. Dari terselenggaranya sebuah upacara yang dilakukan orang dapat menilai apakah ia orang baik yang disegani atau tidak.
Orang Bali pun sekarang sering mengalami keraguan dan kebingungan dalam menjalankan kehidupannya. Kalau ia ingin bekerja dengan baik, maka hambatannya ia tidak mungkin bisa menghadiri upacara atau urusan adat di desanya. Kalau ini dilakukannya, maka sanksi banjar akan menimpanya. Dikucilkan oleh masyarakat atau dikenal denda yang tinggi. Tentu orang Bali sulit untuk bekerja dengan serius atau aktif. Sedangkan orang luar Bali tidak terkena aturan seperti ini sehingga mereka bisa memusatkan seluruh perhatiannya pada pekerjaan.
Betapa tidak adilnya hidup di Bali, orang Bali sendiri harus berjuang gigih menghadapi masyarakat dan keluarganya. Demikian juga agar bisa mendapat penilaian yang baik dari atasannya, sedangkan mereka yang bukan orang Bali hanya memikirkan dirinya saja, tidak dikenai beban keluarga besar atau banjar.
Konsep ''Menyamaberaya''
Kalau orang Bali mau melihat dari segi positifnya, tentu bangga ada salah satu anggota keluarganya berjuang keras untuk menjadi pegawai, menjadi manajer dan keahlian lainnya. Agar anggota keluarga bisa berkiprah di tempatnya kerja, maka diperlukan pengertian dari keluarga dan masyarakatnya, bahwa tidak mungkin melakukan tugas seperti mereka yang hanya bekerja di rumah. Selain itu, bukankah karier yang dicapai oleh salah satu anggota keluarga itu juga memberi nama baik pada keluarganya, banjar-nya dan desanya. Agar tidak menimbulkan rasa iri, atau merasa dibedakan, maka kepada mereka yang sulit meninggalkan pekerjaannya saat ada upacara-upacara di desanya sebaiknya diberikan beban lain dengan mengenakan sumbangan yang lebih besar kepada mereka, sedangkan yang tidak mempunyai uang cukup menggunakan tenaganya.
Kalau masyarakat Bali Hindu dan desa pekraman tidak merasakan apa yang dialami oleh anggota banjar-nya atau keluarganya, maka pelan-pelan orang Bali akan kehilangan kemampuan mempertahankan budayanya. Orang Bali akan ditarik oleh agama lain kalau keluarga dan masyarakat tidak melaksanakan praktik menyamaberaya secara positif. Agar Bali tidak kehilangan orang Bali yang beragama Hindu, maka perlu dilaksanakan hal-hal sbb;
* Banggalah kalau ada anggota keluarga yang tadinya tidak peduli atau cuek tiba-tiba ingin melakukan upacara agama Hindu.
* Pekerjaan di banjar atau desa selalu dikerjakan dengan semangat gotong royong. Bisakah ini juga dilakukan dalam melaksanakan tugas itu, dengan pertimbangan bagi yang mempunyai uang mendanai upacara, sedangkan yang miskin menyumbangkan tenaganya.
* Laksanakan upacara agama sesuai dengan hari baik menurut wariga, sehingga ada waktu sibuk melakukan upacara ada waktu istirahat (misalnya sejak penjor didirikan sampai pegat-uakan jangan melaksanakan upacara agama yang terencana, kecuali upacara tiga atau enam bulanan). Orang Bali hendaknya bisa istirahat selama 42 hari setiap 7 bulan kalender.
* Buatlah upacara agama bukan untuk memperlihatkan kekayaan, tetapi lebih banyak untuk menjalankan maknanya.
* Lakukan dengan ikhlas dan semua keluarga adalah memang benar-benar keluarga yang diajak menyamaberaya.
* luh ketut suryani
|